Kudus – Karena harganya cenderung mahal para Perajin batik Kudus mencoba menggunakan pewarna alami untuk mengurangi ketergantungan pada produk pewarna impor.
“Konsep penggunaan warna alami, bisa memanfaatkan bahan baku alam yang ada di sekitar lingkungan sendiri, ” kata pemilik Sanggar Muria Batik Kudus, Yuli Astut.
Uji coba yang berhasil dilakukan dalam menggunakan bahan alam sebagai pewarna batik tulis, salah satunya adalah daun mangga.
“Hampir semua bahan alam yang ada di lingkungan sekitar bisa menghasilkan warna. tetapi, untuk menghasilkan warna yang dibutuhkan untuk produk batik tulis, tentu dicari harus memiliki warna yang kuat dan tidak mudah luntur,” ungkapnya.
Untuk saat ini, bahan baku alami untuk menghasilkan warna yang mudah didapatkan dan hasilnya memang bagus, yakni daun mangga yang menghasilkan warna hijau.
Ada juga bahan lain yang dijadikan bahan baku untuk membuat pewarna alami, yakni kulit pohon tegeran, yang menghasilkan warna cokelat, kulit buah manggis menghasilkan cokelat muda, kulit bawang merah dan akar pohon mengkudu bisa menghasilkan jingga kecokelatan.
Keseriusannya menekuni pewarnaan alami, karena nantinya bisa mengurangi ketergantungan terhadap produk pewarna impor yang harganya cenderung mahal. Harga pewarna kimia saat ini berkisar 300 ribu hingga 1 juta rupiah per kilogramnya,
Dari pemanfaatan bahan baku alam, bukan hanya dari sisi biaya produksinya yang bisa ditekan, namun perajin batik juga mendapatkan keuntungan dari sisi harga produknya. “Harga setiap kain batik tulis yang proses pewarnaannya menggunakan bahan alami, cukup mahal,” ungkap Yulli.
Meski pembeli batik khas Kudus yang menggunakan pewarnaan alami masih didominasi konsumen luar daerah, beberapa warga Kudus yang paham soal batik juga mulai tertarik membelinya, meskipun harganya sedikit lebih mahal.
Motif batik tulis yang diproduksi menggunakan pewarna alami, yakni motif batik kontemporer, beras tumpah, galaran, dan pari joto.